Saturday, July 9, 2016

Kenikmatan Saat Berkemah

cerita dewasa terpanas membagikan cerita sex 2016, cerita sex terbaru, cerita dewasa, cerita panas, bokep 17+ dllKenikmatan Saat Berkemah



Pada waktu kemping di pegunungan dieng tahun 1998, ada dua kemah untuk tidur kami berdua. Kemah satu untuk Laki-laki yang berjumlah 4 orang dan lainnya untuk wanita yang berjumlah 4 orang. Pada suatu malam, kemah tempat wanita kebanjiran karena hujan yang besar tidak bisa tertampung di saluran yang mengelilingi kemah itu. Tentu saja mereka kalang kabut ditengah tidur lelap kami. Tentu saja kami jadi ikut terbangun dengan kegaduhan suara wanita-wanita itu.


Yang dituju pertama untuk melindungi diri dari hujan deras tentu kemah kami para Laki-laki. Kami sepakat untuk malam ini kami tidur masal. Walaupun cukup sempit tetapi masih cukuplah kami tidur berhimpit-himpitan. Setelah diatur, maka muatlah ketujuh orang itu dengan posisi tidur, dengan catatan tidak boleh bergerak yang memang tidak bisa bergerak karena sempitnya. Belva, memilih tidur di dekatku, karena ia kebagian di tempat paling pinggir terkena kain kemah yang menggantung dan basah. Sementara aku sendiri berada di pinggir juga. Ia membisikkan sesuatu kepadaku,

“Jangan macam-macam..” Tetapi hal ini justru kutafsirkan suatu tantangan untuk memulai suatu gerilya.

Setelah lentera padam, yang ada hanya gelap gulita. Teman-teman yang lain tampaknya sudah tertidur. Belva memiringkan badannya sehingga menghadapku, sedangkan kakinya menindih pahaku. Nafas ringannya terasa di pundakku. Mataku terus melotot di dalam kegelapan, lalu timbul niat isengku. Pelan-pelan tangan kiriku kuangkat dan kutindihkan pada pinggulnya, sedangkan siku kuletakkan sedemikian rupa sehingga hampir menyentuh buah dadanya. Sehingga apabila Belva bergerak sedikit saja buah dadanya akan tersenggol oleh lenganku. Aku menanti dengan hati berdebar-debar. Sementara tidur Belva nampaknya makin pulas. Aku menjadi kurang sabar, kugeser sedikit sikuku agar menyentuh buah dadanya. Oh, rupanya buah dadanya dilindungi oleh kedua tangannya. Usahaku sia-sia. Aku putar otak mencari posisi yang menguntungkan.

Selagi aku hampir kehabisan akal mencari strategi, tiba-tiba Belva bergerak, mengambil lenganku dan menariknya ke dalam pelukannya. Dalam keadaan yang gelap gulita aku memang merasa menyenggol benda yang halus. Tapi aku tidak tahu benar bagian tubuh mana itu, perut apa dada. Walaupun demikian cukuplah untuk pemanasan, pikirku. Senjataku yang sejak siang tadi mengkerut kedinginan mulai bangun. Sebelum besar benar, kubetulkan posisi kemaluanku agar bisa mengembang dengan sempurna tanpa ada bulu yang tertarik oleh tegangnya kemaluanku. Gerakanku agaknya membuat Belva semakin mendekapkan tanganku ke dalam pelukannya, entah secara refleks atau apa aku tak tahu. Sebelah kaki yang menindihku dinaikkan lebih ke atas sehingga nyaris menimpa kemaluanku.

Lenganku masih dalam pelukannya. Tapi jari-jariku masih bebas, aku berusaha meraih apa saja yang ada di dekatnya, tetapi sia-sia. Gerakan-gerakan kecil kemaluanku pasti terasa juga oleh Belva, seandainya ia tidak tidur. Kembali Belva lebih memeluk tanganku dan ditekankannya ke dadaku. Kini aku merasakan lembut dan hangatnya bukit kembar Belva yang terbungkus jaket tebalnya. Dalam gerakan itu kuberanikan diri memegang pangkal pahanya. Belva hanya menggeliat dan menaikkan kakinya sehingga menindih kemaluanku. Aduh, enak sekali. Burungku semakin menggeliat dan bergerak-gerak. Oleh gerakan-gerakan itu diangkatnya kaki Belva, kemudian diletakkan lagi pada tempat yang sama. Nah, di sinilah aku baru merasa bahwa Belva masih belum tidur dan semua gerakannya masih dilakukan dalam keadaan sadar.

Sebelah tanganku yang didekap kugeser-geser mencari sasaran, yang kutuju adalah kemaluannya. Namun sebelum sampai pada sasaran dicubitnya dengan pelan. Aku dan Belva tidak berani saling bersuara. Cubitan halus ini tidak menyurutkan niatku, dengan agak memaksakan diri akhirnya sampailah telapak tanganku bersandar di selangkangannya. Setiba di daerah itu tanganku justru dijepit oleh kedua kakinya. Kamaluannya yang empuk kurasakan meskipun masih tertutup Jeans. Namun oleh jepitan kakinya yang kencang aku tidak bisa berbuat banyak. Namum sebelah tanganku masih bebas leluasa, dengan gerakan yang super hati-hati takut Belva kaget dan membangunkan teman di sebelahnya. Tanganku mulai menerobos double cover-nya. Belva merenggangkan kedua tangannya yang membentuk double cover itu. Dan mendaratlah tanganku di atas buah dadanya. Kuelus-elus dan kuremas-remas, membuatnya keenakan.


Setelah beberapa lama aku mengarahkan tanganku untuk mengelus perutnya yang mudah disingkapkan. Pelan-pelan kuselipkan ke bagian dadanya. Akhirnya sampai juga ke arah BH-nya. BH yang terbuat dari nilon halus itu memang lebih nikmat rasanya untuk diremas-remas. Tetapi dasar pikiran yang sudah kotor, maka kucari pengait BH yang ada di punggungnya. Aku agak kesulitan membuka pengait itu. Belva dengan gerakan yang pelan membantunya. Dan, lepaslah pengait itu, membuat buah dadanya sangat mudah untuk disentuh secara langsung kulitnya. Ada rasa hangat, ada rasa lembut, ada rasa nikmat dan ada getaran aneh yang menjadikan kemaluanku, yang tanpa kuduga sudah ada di genggaman Belva, semakin besar.

Aku remas-remas kekenyalan buah dadanya, kupencet-pencet putingnya menjadikan nafas Belva semakin memburu. Akhirnya untuk lebih memberikan ruang gerakku, dia mengambil posisi terlentang. Kini tanganku dengan bebas mempermainkan buah dadanya yang sudah tidak terlindungi lagi oleh jaketnya, tetapi masih dalam selimut tebalnya. Sekali-kali ada kilat, dan kulihat wajah Belva yang polos kelihatan setengah merem menikmati permainan itu.

Kepalaku menerobos masuk ke dalam selimutnya. Kuciumi kulit buah dadanya yang mulus, tidak ketinggalan putingnya yang kecil itu. Membuat nafasnya makin naik turun saja. Sementara tanganku menggosok-gosok kemaluannya. Dia setuju saja, hal ini terbukti dengan lebih mengangkangkan kedua kakinya. Setelah kubuka reitsleting, kupelorotkan ke bawah sekalian dengan celana dalamnya. Dengan demikian kemaluannya yang ditumbuhi rambut tipisnya sudah basah oleh lendir karena kuusap-usap dengan halus.
Begitu kumasukkan sebuah jari tengahku ke dalam liang vaginanya, terasa sempit, dan berdenyut-denyut. Wah, aku sudah tidak tahan lagi. Apalagi tangan Belva sudah menerobos masuk ke dalam celana training-ku yang longgar. Mengocok-ngocok dengan halus. Aku agak kesulitan melepas celana jeans dan celana dalamnya, namun Belva membantunya diangkatnya pinggulnya tinggi-tinggi sambil memelorotkan celananya. Sementara teman-teman lain tertidur, kutindih dia, kuarahkan kemaluanku ke arah kemaluannya. Kupelorotkan celanaku sampai ke lutut. Aku mengambil posisi di atasnya, sambil kubetulkan selimut di punggungku. Ia bimbing kemaluanku ke arah lubang yang benar lalu,

“Bless…” batang kenikmatanku menerobos masuk dalam kehormatannya yang sangat disembunyikan itu.

Kupompa beberapa kali kemaluanku ke dalam kemaluannya yang sempit, terasa dinding vaginanya bergetar menjadikan kemaluanku makin nikmat, kupercepat gerakanku, sampai akhirnya sampailah perasaan yang sulit dirasakan, tubuhku menegang perasaan nikmat, setengah ngilu berada di ujung kemaluanku dan menjalar ke pinggul lalu ke seluruh tubuh. Sepersekian detik menjelang keluar spermaku, sekilas kuingat sesuatu, dan kucabut penisku dari rahimnya. Sehingga muncratlah spermaku ke atas perutnya, kugesek-gesekkan ke perutnya yang mulus. Ada beberapa kali semprotan sebelum habis sama sekali. Sejenak kunikmati perasaan yang sangat indah ini, sampai kudengar suara batuk di tengah kegelapan. Aku agak terkejut dan segera kembali pura-pura tidur di sebelah Belva dengan manisnya. Kudengar Belva tertawa namun ditahan. Ia pegang kemaluanku yang sudah mulai lemas dan mencium pipiku. Lalu memungut pakaiannya dan memakainya lagi.
Paginya sesuai rencana kami bersiap-siap untuk pulang, Belva bersikap seperti biasa terhadapku. Seperti tidak ada apa-apa semalam. Aku juga demikian.

Sejak kejadian itu, aku dan Belva sangat erat, saling curhat. Kadang-kadang melakukan hubungan suami isteri. Namun demikian kami belum memproklamirkannya sebagai pacar. Kadang hubungan dilakukan di rumahku ketika sedang sepi, atau di tempat kost-nya. Karena kami kebetulan sibuk dalam dalam kepengurusan organisasi mahasiswa di suatu tempat, maka sangat lazim untuk bersama-sama setiap saat. Aku masih belum menganggapnya sebagai pacar karena type orangnya yang egois dan kasar. Sedangkan dalam pengamatanku, agaknya ia suka yang culun dan penurut. Hubungan kami hanya organisasi dan seks.

Mengenai kegemaran Belva dibidang seks, ia sangat agresif kadang-kadang meskipun aku sudah keluar, seandainya ia belum mencapai orgasme maka ia dengan sangat agresif melakukan segala sesuatu. Untuk membuat barangku berdiri lagi.

Dalam melakukan hubungan intim, kami sudah sangat bervariasi, dari mulai blow job sebagai pemanasan, dogy style, 69 dan lain-lain. Pokoknya semuanya dicoba. Segala lubang sudah kumasuki termasuk lubang duburnya.


Agak susah juga merayu untuk ditembak bagian belakang. Dengan alasan ia belum orgasme. Pada suatu ketika aku sangat menggebu-gebu dan bernafsu, sudah tiga kali ia klimaks besar (orgasme yang panjang), sampai tubuhnya lemas. Dan barangnya sudah tidak bisa mencengkeram lagi. Aku sampai kehabisan gaya, akhirnya ketika ia tengkurap mula-mula kutembak kemaluannya dari belakang. Tetap saja belum keluar, sedangkan ia sudah kecapaian. Akhirnya kugosok-gosokkan diantara lipatan bokongnya, agak enak juga.
Setelah kering kugosok-gosokkan, kumasukkan lagi ke dalam vaginanya yang basah sebagai pelumas. Begitu kutempelkan pada lipatan bokongnya itu tampak ada denyutan tepat di ujung kemaluanku. Pelan-pelan kusodok sedikit, ternyata masuk walaupun sempit sekali. Ia mau bangkit dan menolak, tetapi kutekan terus akhirnya karena ia mungkin sedang kecapaian apa mungkin merasakan nikmat. Akhirnya ia diam saja. Mulanya hanya kepala saja yang bisa masuk, tetapi karena panasnya daerah itu dan remasannya yang sangat kuat tidak ada dua menit aku pun keluar.

Lama-lama ia agak terbiasa dengan tembakan belakang melalui anus, dengan syarat ia sudah terpuaskan dulu. Namun sampai sekarang ia tetap tidak suka dengan permainan itu. Ketika membicarakan seks secara serius ia selalu menghindar ketika menyinggung soal lubang anusnya.Jujur saja, hubungan aneh ini berlangsung sampai kini. Ia bekerja dan sudah punya pacar, tetapi ia mengakui berlagak alim dengan pacarnya karena pacarnya sangat sopan. Lucunya kalau ia terangsang dengan pacarnya dia bisa tahan, karena berlagak alim tersebut. Tetapi begitu pacarnya pulang ia segara menelepon aku. Aku sendiri sudah punya pacar, aku masih berusaha merayunya untuk bisa disetubuhi. Biar aku telah meyakinkan bahwa akan aku keluarkan di luar. Begitulah kisah nyataku bersama Belva.

Kisah Tentang Seorang Pintar Cabul

cerita dewasa terpanas membagikan cerita sex 2016, cerita sex terbaru, cerita dewasa, cerita panas, bokep 17+ dllKisah Tentang Seorang Pintar Cabul


cerita sex 2016

cerita sex terbaru

Pusat Bola - Bagi Wijayanto, pengusaha berusia 40 tahun, unsur mistis merupakan hal yang dapat diandalkan menuju kesuksesan hidup. Untuk mengelola usaha pariwisata dan perhotelan yang dimilikinya, sudah puluhan tahun ini Wijayanto menggunakan jasa paranormal.  Tak dinyana, paranormal pribadinya justru menikmati sensasi seksual bersama istrinya.


Siang itu Wijayanto membawa Mbah Sastro, paranormal berusia 60 tahun, untuk membersihkan rumahnya dari kemungkinan gangguan pesaing usahanya.

Sudah tiga tahun ini ritual bersih rumah dilakukan Mbah Sastro tiap enam bulan sekali di rumah Wijayanto. Prosesinya antara lain memercik air bunga ke tiap sudut ruangan di dalam rumah Wijayanto. Biasanya dilakukan sejak siang hari hingga menjelang malam.

“Maaf Mbah mungkin kali ini saya tidak bisa mengikuti ritual ini sampai selesai, karena saya harus keluar kota untuk kepentingan perusahaan. Tapi istri saya akan tetap di sini membantu Mbah sampai ritual selesai,” kata Wijayanto di tengah jalannya prosesi ritual.

“Oh begitu. Ya ndak apa pak Jaya, ditinggal saja biar saya selesaikan tugas saya. Lagi pula pembersihan di ruang tamu dan kamar kerja pak Jaya sudah selesai, nanti biar di ruangan lainnya saya teruskan sendiri. Ndak usah suruh nyonya membantu, biar saya kerjakan sendiri,” kata Mbah Sastro.

“Eh.. jangan Mbah, biar istri saya membantu ya,” kata Wijayanto lagi. Ia kemudian memanggil Sista, istrinya di ruang keluarga.

Pusat Taruhan BolaSista berusia 30 tahun, berwajah ayu, kulit putih, dan tubuhnya sintal. Selama melakukan ritual di rumah Wijayanto, Mbah Sastro memang belum perah melihat Sista dan dua anak Wijayanto. Setiap ritual dilakukan rumah memang harus dalam keadaan kosong penghuni, kecuali satu orang anggota keluarga yang mendampingi Mbah Sastro. Biasanya Wijayanto menitipkan istri dan anaknya ke rumah mertuanya.

“Ini kenalkan Mbah.. ini Sista istri saya. Mama, kenalkan ini Mbah Sastro yang pernah papa ceritakan,” kata Wijayanto begitu Sista tiba di ruang tamu. Keduanya langsung berjabatan tangan dan berkenalan.

“Iya Mbah.. suami saya harus ke lar kota sekarang, jadi biar ritual pembesihan rumahnya saya yang gantikan untuk membantu Mbah. Si mbok dan anak-anak sudah saya bawa ke rumah opa-omanya,” kata Sista.

“Waduh.. sebenarnya bu Sista ndak usah repot ndak apa.. saya bisa selesaikan sendiri. Tapi lebih baguslah kalau bu Sista mau membantu,” kata Mbah Sastro.

Mbah Sastro lalu menjelaskan apa saja yang harus dilakukan Sista, antara lain memegang baskom berisi air bunga tujuh rupa dan selalu berada di samping Mbah Sastro saat ritual dilakukan di tiap ruangan, untuk memudahkan Mbah Sastro memercikan air ke ruangan karena baskom tidak boleh diletakkan di lantai atau media apapun.

“Maaf Mbah, saya potong.. saya harus berangkat sekarang. Mama, papa jalan ya,” kata Wijayanto lalu pergi meninggalkan Mbah Sastro dan Sista di rumah.

Sista manggut-manggut mendengarkan penjelasan Mbah Sastro. Meski pekerjaan itu mudah dan bisa dilakukan pembantu , tetapi karena harus anggota keluarga Sista bersedia melakukannya demi kesuksesan suaminya.

“Ruangan tamu ini sudah saya bersihkan, sekarang kita ke ruang keluarga bu Sista,” Mbah Sastro berjalan menuju ruang keluarga, Sista membawa baskom air bunga membuntutinya.
Mbah Sastro meminta Sista duduk di sofa keluarga pada posisi duduk seperti biasanya saat menonton televisi bersama keluarga. Sista mengikuti lalu duduk di pojok kanan dengan kedua tangan tetap memegangi baskom.

Pusat Judi BolaMulut Mbah Sastro komat-kamit membaca mantra dengan mata terpejam, lalu kedua tangannya dimasukkan dalam baskom yang dibawa Sista, dan mulai memercikkan air ke ruang itu berkeliling dari sudut ke sudut.

Setelah selesai, ritual kemudian pindah ke kamar tidur utama, kamar tidur Wijayanto dan Sista di lantai dua. Mbah Sastro kembali meminta Sista tidur di ranjang pada posisi seperti biasanya, dan Sista menuruti, berbaring dengan tetap memegang baskom air bunga di atas perutnya.

“Oh.. maaf bu Sista.. saya lupa memberi tahu. Kalau bisa busananya juga harus diganti dengan baju tidur yag biasa dipakai sehari-hari di kamar tidur ini,” kata Mbah Sastro.

Sista sedikit terkejut mendengarnya sebab Wijayanto tidak pernah bercerita tentang itu. Tapi akhirnya ia menurut juga. Mbah Sastro keluar ruangan membiarkan Sista bersalin pakaian.

“Sudah Mbah.. silahkan diteruskan,” Sista mengenakan daster tipis merah muda yang biasa dipakai saat tidur. Ia merasa agak risih juga ketika Mbah Sastro masuk ke kamar, karena kebiasaan setiap tidur Sista tak pernah menggunakan pakaian dalam, CD dan Bra.

Mbah Sastro menangkap kerisihan Sista, apalagi daster tipis membuat putting susu Sista membekas jelas.

“Ndak usah risih bu Sista.. ini demi ritual. Bu Sista memang cantik dan sexy, tapi Mbah kan sudah tua, sudah ndak bisa bangun.., jadi ndak mungkin berbuat macam-macam,” kata Mbah Sastro tersenyum. Sista kemudian berbaring seperti semula dan Mbah Sastro melanjutkan ritualnya.

Pusat Judi Online IndonesiaKata-kata Mbah Sastro membuat Sista lega, sebab sesuatu bisa saja keluar dari rencana bila seorang wanita seperti Sista berada sekamar dengan pria lain yang normal.
Tapi.. apa iya Mbah Sastro sudah nggak bisa bangun?. Pertanyaan itu justru berkeliaran di benak Sista. Ia memandangi sosok Mbah Sastro yang masih berdiri merapal mantra-mantra membelakanginya.

Usia Mbah Sastro memang sudah tua, rambut, kumis dan jenggotnya sudah memutih sebagian. Tapi fisiknya masih kelihatan sangat bugar. Tingginya sekitar 180 cm, lebih tinggi dari Wijayanto. Sista pun hanya sebatas dagunya kalau berdiri berdampingan.

Tubuh Mbah Sastro juga nampak kekar dilapisi kulit hitam legam. Saat tangan Mbah Sastro membasuh di baskom, Sista bisa melihat jemari-jemarinya yang kekar dengan buku-buku jari yang besar-besar.

Apa iya Mbah Sastro sudah impoten, seperti katanya barusan? Lagi-lagi pertanyaan itu mengecamuk di bathin Sista. Diam-diam ia membayangkan bagaimana perkasanya Mbah Sastro saat masih muda.

“Bu Sista sudah selesai bu..,” Mbah Sastro mencolek bahu Sista yang melamun.

“Oh.. eh.. iya Mbah.. sudah ya?,” Sista malu sendiri karena ketahuan sedang melamun.

“Ibu kenapa? Kok sepertinya ada yang dipikirkan?,” tanya Mbah Sastro menatap Sista.

“Eh.. nggak Mbah. Ah anu.. saya tiba-tiba kepikiran tentang mimpi-mimpi serem yang sering saya alami belakangan ini. Apa bisa Mbah mengusirnya?,” Sista sembarang celetuk mengarang cerita untuk menutupi malu. Tapi cerita karangannya justru menjebaknya dalam situasi makin rumit akhirnya.

“Oh itu. Bisa bu.. nanti setelah pembersihan rumah saya akan lihat apa penyebabnya ya.. mungkin ada yang mengganggu ibu,” kata Mbah Sastro.

Ritual dilanjutkan ke kamar mandi di dalam kamar tidur utama. Di sini Sista jadi serba salah, karena ia harus berada pada posisi seperti biasanya. Tapi kegundahan Sista terobati setelah Mbah Sastro mengatakan tak harus telanjang, tetapi cukup dengan melilit handuk di tubuhnya.

Sista berdiri di bawah shower dengan handuk biru melilit tubuhnya dan kedua tangan memegangi baskom air bunga. Mbah Sastro kemudian mengaktifkan shower sehingga tubuh Sista kuyub tersiram bersama handuk yang dipakainya.

Mbah Sastro mulai memejam mata dan merapal mantra-mantra, kemudian mulai memercik air ke sudut-sudut kamar mandi.

Belum lagi usai prosesi di kamar mandi itu, tiba-tiba lilitan handuk di tubuh Sista melonggar karena siraman shower. Sista panik dan berusaha menahan agar handuk tidak melorot, tapi terlambat, ujung handuk kanterjuntai ke bawah membuat hanya bagian kiri tubuh Sista yang tertutup.

Astaga, bagaimana ini, pikir Sista tak karuan. Tubuhnya telanjang bulat di bagian kanan, tepat di hadapan Mbah Sastro. Bagaimana kalau Mbah Sastro tidak lagi terpejam? Pasti semua kebugilannya terlihat jelas.

Masih dalam kepanikan Sista, Mbah Sastro tiba-tiba mengamit ujung handuk yang luruh, kemudian membantu melilitkan di tubuh Sista.

“Maaf bu Sista.. saya bantu membenarkannya ya,” katanya, sementara Sista tak bisa bersuara. Mbah Sastro kemudian melanjutkan prosesi ritualnya.

Menang Berapa Pun Kami BayarSista kembali didera beragam pertanyaan dan perasaan aneh tentang Mbah Sastro. Saat membenahi handuk di tubuh Sista, jemari Mbah Sastro sempat menyusup dan menyentuh kulit mulus di pangkal buah dadanya. Ada desiran aneh menjalari Sista saat kulit kasar Mbah Sastro menggesek pangkal buah dadanya. Desiran yang selama ini mulai jarang dirasakan bersama Wijayanto, suaminya.

“Sekarang prosesi sudah selesai bu. Apa ibu jadi mau menyelesaikan masalah mimpi buruknya?,” suara Mbah Sastro mengejutkan Sista.

“Bu Sista bisa pakai daster lagi.. dan saya akan merowah ibu,” kata Mbah Sastro sambil keluar kamar mandi ke kamar tidur, sementara Sista kembali mengenakan daster tipisnya.

Mbah Sastro meminta Sista berbaring di ranjang, Sista menurut dengan hati berdebar-debar tak karuan. Dengan posisi duduk di sisi ranjang, Mbah Sastro meletakkan telapak tangan kanannya di dahi Sista sambil merapal mantra. Sista mengamati Mbah Sastro yang terpejam berkomat-kamit. Wajah Mbah Sastro masih meninggalkan gurat-gurat ketampanan, semakin terkesan jantan dengan tulang rahang yang menonjol.


“Ehm.. apa kira-kira penyebab mimpi-mimpi itu Mbah,” Sista beranikan diri bertanya. Mbah Sastro membuka mata dan menatap mata Sista membuat Sista salah tingkah.

“Hmm.. maaf bu Sista. Sepertinya ada yang berusaha mengguna-gunai ibu, dan sudah masuk sebagian merasuk ke aliran darah ibu. Mungkin saingan usaha pak Wijayanto yang sudah kewalahan tak bisa menembus pak Jaya kemudian menyasar ibu,” jawab Mbah Sastro.

Sista jadi takut. Bukankah soal mimpi buruk itu hanya karangannya? Tapi soal guna-guna, jangan-jangan memang benar sudah merasuk di tubuhnya.

“Apa berbahaya Mbah?,” tanya Sista ketakutan.

“Kalau tidak segera dibersihkan bisa bahaya bu. Kalau tidak kuat ibu bisa hilang akal sehat, bisa gila. Tapi untung cepat terdeteksi,” kata Mbah Sastro.

Mbah Sastro kemudian menjelaskan bahwa untuk mengusir guna-guna dan membersihkan yang sudah terlanjur merasuk ke dalam aliran darah, maka Sista harus menjalani ritual pembersihan seperti ritual pembersihan rumah. Caranya dengan dimandikan air kembang tujuh rupa oleh Mbah Sastro.

Mbah Sastro meminta Sista tetap berbaring, sementara ia mengambil baskom air kembang sisa prosesi tadi di kamar mandi.

Setelah kembali duduk di sisi ranjang, Mbah Sastro mulai merapal mantra dan memercikkan air kembang ke sekujur tubuh Sista, mulai kepala sampai kaki.

“Maaf bu, mungkin sedikit risih.. tapi jangan dirasakan ya, karena perlawanan bisa menggagalkan ritualnya,” kata Mbah Sastro. Belum sempat Sista menjawab, telapak tangan Mbah Sastro mulai menelusuri tubuh Sista seolah mengolesi dengan air kembang.

Sista tak punya pilihan. Ketakutannya mengalahkan akal sehatnya, dan ia menuruti apa saja perkataan Mbah Sastro. Ia merasakan tangan Mbah Sastro mengusap-usap lehernya lalu turun ke dada. Usapan berlanjut ke dua buah dada Sista membuat Sista merasakan desiran aneh luar biasa.

Taruhan Bola TerpercayaDaster tipis tanpa bra membuat telapak tangan Mbah Sastro sangat terasa menyentuh dan mengusapi putting susu Sista. Sista memejamkan mata dan berhayal yang sedang mengelus tubuhnya adalah Wijayanto suaminya. Maksud Sista adalah untuk menghilangkan risih yang sedang melanda dirinya. Lagipula, bukankah Mbah Sastro impoten? Begitu pikirnya.

Tapi niat Sista justru menyeretnya ke posisi yang lebih sulit. Dengan membayangkan suaminya yang sedang mengusap tubuhnya, libido Sista malah terpacu dan gairah seksnya meninggi.

Sista merasakan tangan Mbah Sastro mulai menjalar ke kakinya. Sentuhan nikmat mulai dirasakan Sista di bagian pahanya, tanpa disadari tangan Mbah Sastro terus menelusup bagian bawah daster, dan mulai mengusapi kulit paha Sista.

“Aahh.. mas Jaya..,” Sista mendesis mencoba membendung gairahnya, pikirannya semakin tertuju pada Wijayanto yang sedang menjelajahi tubuhnya.

Mbah Sastro menangkap libido Sista yang mulai meningkat, ia kemudian memberanikan diri mengusapi pangkal paha Sista dan sesekali tangannya menyetuh bibir kemaluan Sista yang tidak terbungkus CD. Sista menggelinjang dan mulai melebarkan kakinya memberikan ruang lebih luas bagi sentuhan Mbah Sastro.

Daster bagian bawah sudah tergulung sampai ke perut Sista, paha mulus dan rambut tipis di kemaluan Sista terpampang jelas di hadapan Mbah Sastro. Mbah Sastro ingin sekali mengusapi kemaluan Sista, bagaimana pun ia lelaki normal dan masih bisa ereksi di usia tuanya. Pengakuan impoten dilakukan Mbah Sastro sebenarnya hanya agar kliennya merasa nyaman saat ritual dilakukan. Tapi Mbah Sastro tak berani melangkah lebih jauh karena takut dilaporkan ke Wijayanto, sebab selama dua tahun ini Wijayanto sudah menjamin perekonomian keluarganya bahkan sampai ia mampu mengkuliahkan anaknya.

“Ehmm.. maaf bu Sista..,” suara Mbah Sastro menyadarkan Sista.

“Oh.. eh.. iya Mbah. Sudah selesaikah?,” Sista terkejut membuka mata, gelagapan bercampur malu menyadari dirinya bugil di bagian bawah, dan segera membenahi letak dasternya. Nafas Sista sedikit berat desiran kenikmatan masih tersisa padanya.

“Belum bu, guna-gunanya cukup kuat dan sudah merasuk jauh ke aliran darah bu Sista,” Mbah Sastro kini yang mulai mengarang cerita.

“Daster ini menyulitkan saya melakukan ritual.. karena sebetulnya harus kulit tubuh bu Sista yang langsung dibaluri air kembang,” katanya tanpa menunggu reaksi Sista.

Rasa takut gila karena guna-guna ditaMbah desir kenikmatan yang terlanjur ia rasa akibat sentuhan jemari Mbah Sastro membuat Sista sama sekali berada di bawah konrol Mbah Sastro. Ia menuruti perkataan Mbah Sastro untuk menanggalkan dasternya, dan untuk tidak bercerita pada Wijayanto suaminya tentang ritual mereka.

“Silahkan Mbah.. dilanjutkan ritualnya. Yang penting saya sembuh Mbah,” kata Sista yang sudah kembali berbaring dalam keadaan telanjang.

Mbah Sastro terbelalak tak percaya, betapa tubuh mulus istri Wijayanto terpampang telanjang di hadapannya menunggu disentuh dan dijelajahi olehnya.

Dengan sikap serius seolah ritual sesungguhnya, Mbah Sastro kembali komat-kamit dan mulai menyentuh Sista. Air kembang dipercikkan lalu tangan Mbah Sastro menelusuri buah dada Sista, sebentar kemudian ke perut, tetapi kemudian kembali lagi ke buah dada.

Sista memejam dan menggelinjang merasakan sentuhan langsung telapak tangan kasar Mbah Sastro di kulit mulusnya. Tangan kiri Mbah Sastro mulai meremasi buah dada Sista bergantian, sebelah kanan dan kiri, sementara tangan kanannya menelusur ke bawah mengusapi paha dan selangkangan Sista.

Nafas Sista semakin berat saat merasakan sentuhan Mbah Sastro mulai menjelajahi di bagian vitalnya. Sista ingin melawan dan menolak, tetapi rasa takut akan guna-guna dan kenikmatan yang sedang melanda mengalahkan perasaan risihnya. Ia memutuskan untuk kembali membayangkan bahwa suaminya yang sedang menjelajahi tubuhnya.

Mbah Sastro mengangkangkan kedua kaki Sista membuat kemaluan Sista semakin jelas terlihat. Perlahan ia memberanikan diri membelai lebih intens permukaan kemaluan Sista, ia merasakan cairan kemaluan Sista mulai merembes keluar membuat permukaannya semakin licin berlendir.

“Ahhhsss..,” Sista mendesis tak kuasa menahan kenikmatan sentuhan-sentuhan di tubuhnya. Ia merasakan sesuatu menguak bibir kemaluannya dan saat yang sama putting susunya terasa dipilin-pilin, diremas-remas.

Di saat libidonya semakin tak terbendung, Sista merasakan sesuatu yang hangat menyapu-nyapu bibir kemaluannya. Benda lunak bertekstur kasar itu mulai menyapu kemaluannya secara rutin berirama.

“Ouhh.. ahhss. Mbah, kenapa digituin?,” Sista terperanjat saat menyadari kini kepala Mbah Sastro seolah tenggelam diselangkangannya. Rupanya benda hangat yang nikmat menyapu kemaluannya adalah lidah Mbah Sastro yang menjilatinya.

“Eh.. oh.. maaf bu Sista, ini harus saya lakukan untuk menyedot guna-gunanya. Ini sudah hampir selesai. Tapi kalau ibu keberatan.. saya minta maaf bu Sista,” Mbah Sastro nampak khawatir Sista marah dan melaporkannya pada Wijayanto.

Tapi ternyata Sista tidak marah. Ia malah kembali memejamkan mata dan melebarkan dua kakinya memberi isyarat pada Mbah Sastro untuk melanjutkan jilatan-jilatannya.

Pusat BetBenak Sista berJayati membayangkan Wijayanto suaminya, sebab selama menikah hingga punya dua anak, sekali pun tak pernah Wijayanto menjilati kemaluan Sista. Padahal dari film-fim porno yang mereka nikmati bersama selama ini, Sista ingin sekali merasakan bagaimana jika kemaluannya disentuh dengan lidah, dijilati dan dihisap.

“Ahhk.. Mbah..,” Sista mulai terbawa gairahnya. Mbah Sastro, lelaki tua yang baru dikenalnya ternyata tidak jijik menjilati vitalnya, tidak seperti suaminya yang merasa jijik kalau harus menjilati kemaluan Sista.

Tanpa disadari tangan Sista mulai meraih rambut Mbah Sastro di selangkangannya dan berusaha menekan agar jilatan di kemaluannya lebih terasa.

Kumis dan jenggot Mbah Sastro yang kasar menaMbah rasa geli di kemaluan Sista. Lidah Mbah Sastro semakin leluasa menjelajahi gundukan kemaluan Sista yang sudah sangat basah berlendir. Rintihan Sista semakin keras dan sering terdengar.

Mbah Sastro turut terpacu libidonya, sambil terus menjilat dan menghisap bibir kemaluan Sista, tangganya mulai memelorotkan celana kolor hitamnya. Kemaluannya mengacung tegang kemudian dikocok-kocok dengan tangan kirinya, sambil membayangkan ia sedang menyetubuhi Sista.

Sista mulai merasakan sensasi disekitar kemaluannya, seperti ada hawa panas menjalar di pangkal pahanya. Hawa panas itu terus mendesak dan berkumpul dipusat klitorisnya, semakin lama semakin mendesak setiap kali jilatan Mbah Sastro menerpa. Kedutan-kedutan mulai ia rasakan di kemaluannya. Tangannya semakin meremas kencang rambut Mbah Sastro. Sementara pinggulnya tergetar hebat seperti Jayadak menguyak kepala Mbah Sastro di jepitan pahanya.

“Ouhh.. mbaahhhh… akkkssshhh…,” Sista setengah menjarit ketika kumpulan hawa panas itu meledak mencapai puncak kenikmatannya. Di saat bersamaan kocokan tangan Mbah Sastro membuat kemaluannya terasa Jayadak meledak menyeburkan sperma kenikmatan. Tangannya segera menyembar daster Sista yang luruh di ranjang, lalu menghadang semburan spermanya menggunakan daster Sista.

Sista lunglai tak bertenaga, masih terpejam menikmati sisa-sisa puncak kenikmatannya. Mbah Sastro duduk di sisi ranjang kembali menyaksikan wajah cantik Sista setelah puncak kenikmatannya.

“Sudah tuntas bu Sista.. sudah keluar semuanya,” kata Mbah Sastro. Sista tak mampu bicara, ia merasa lemas bercampur malu menyadari lelaki lain sudah melihat tubuhnya. Ia lalu duduk dan mengamit selimut untuk menutupi tubuh bugilnya, bersandar di kepala ranjang.

“Bagaimana rasanya bu Sista?,” tanya Mbah Sastro.

“Hmm.. nikmat Mbah..,” jawab Sista tanpa sadar.

“Maksud bu Sista?,” Mbah Sastro seolah memancing.

“Oh.. eh.. anu.. maksud saya. Maksud saya sudah agak ringan sekarang, mungkin karena guna-gunanya sudah keluar,” kata Sista malu.

Tiba-tiba pikiran Sista kembali tertuju pada fisik Mbah Sastro. Apa benar si Mbah tidak ereksi kemaluannya saat memperlakukannya seperti tadi.

“Mbah.. maaf ya kalau saya tanya. Apa tadi Mbah tidak merasakan gairah seks? Waktu menghisap guna-guna dari tubuh saya tadi?. Apa anu Mbah tidak tegang?,” ia beranikan bertanya untuk menjewab penasarannya.

“Kan Mbah sudah bilang.. Mbah impoten bu Sista. Ibu mau lihat?,” Mbah Sastro langsung berdiri tanpa menunggu jawaban Sista, ia langsung melorotkan celana hitamnya tanpa CD.

Kemaluan Mbah Sastro menggelantung keluar, nampak lagi tanpa ketegangan sebab klimaksnya sudah sampai dengan onani tadi.

Sista terbelalak memperhatikan bentuk kemaluan Mbah Sastro. Dalam kondisi tidur kemaluannya itu tetap besart, lebih besar dari milik Wijayanto. Pikirannya kembali tak karuan, bagaimana besarnya kalau kemaluan hitam Mbah Sastro itu tegang?.

“Ndak sebesar punya pak Jaya ya bu?,” tanya Mbah Sastro.

“Eh.. hmm.. hampir sama kok,” jawab Sista. Ia malu mengakui kemaluan Wijayanto tergolong kecil, apalagi dibanding kemaluan Mbah Sastro.

Pusat AgenTapi Mbah Sastro sudah tahu kalau kemaluan Wijayanto ukuran mini. Sebab selama ritual pembersihan rumah sebelumnya, Mbah Sastro sudah melihat kemaluan Wijayanto ketika pembersihan tanpa busana di kamar mandi. Wijayanto bertubuh tambun dengan perut membuncit. Kemaluannya pun tidak bertahan lama kalau bersetubuh dengan Sista.

cerita dewasa

cerita panas

Pusat Judi“Ya sudahlah bu Sista, Mbah pamit pulang ya. Ndak enak kalau pak Jaya datang, nanti jadi salah paham melihat kita berdua di kamar ini dalam kondisi begini,” Mbah Sastro merapikan celananya dan bersiap keluar kamar. Sista ikut bangkit dengan melilit selimut menutupi tubuhnya.

“Sebentar Mbah.. ini ada sesuatu dari saya untuk istri dan anak Mbah di rumah,” Sista mengeluarkan beberapa lembar uang dari lemari dan menyisipkannya di kantung baju hitam Mbah Sastro. Mbah Sastro tak menolak pemberian itu, anggap saja rejeki tambahan.

“Hmmm Mbah.. satu pertanyaan lagi boleh ya? Apa Mbah sudah tidak pernah bersetubuh sama istri?,” kata Sista.

“Oh ndak apa kalau ibu ingin tahu. Sebenarnya ya masih bu kadang-kadang. Tapi anu Mbah baru bisa berdiri di saat-saat tertentu tanpa Mbah tahu. Ya sudah Mbah pamit permisi bu,” jawab Mbah Sastro lalu pergi meninggalkan rumah Wijayanto.